PT Paragon Technology and Innovation - "Tes Perusahaan Favorit"
Tepat 3 tahun yang lalu, di bulan April tahun 2015, Saya mendapat info
tentang kelulusan hasil screening CV
Saya di sebuah perusahaan. Ini favorit, Saya tegaskan demikian karena ini adalah
Paragon, perusahaan yang memproduksi brand
kosmetik lokal Wardah, Make Over dan Emina. Bukan, bukan karena Saya suka
berdandan, saat itu malah pakai bedak
aja takut terlalu tebal (walaupun hanya
2 tepukan saja). Alasan favoritnya adalah karena Paragon ini salah satu
perusahaan yang hits di kalangan para
pencari kerja kala itu. Lengkap dengan rumor hits bahwa untuk bisa menjadi karyawan disana cukup sulit. Nothing to lose, Saya pikir, ya dicoba
saja dulu, lagipula tidak rugi juga. Waktu itu tesnya di Kampus ITB Bandung.
Pengalamannya lengkap dari mulai memilih transportasi, mencari gedung, ruangan
dan lagi-lagi sok kenal dengan peserta
lainnya. Entah kenapa, nampaknya ini jadi kebiasaan yang menyenangkan; jalan ke
tempat asing dan bertemu orang asing. Sadar atau tidak, ini mengasah softskill Saya dalam berkomunikasi. Ya,
Alhamdulillah, tidak ada kendala yang berarti dan tidak malu-maluin almamater sebagai
lulusan anak komunikasi. J
Tes tahap pertama adalah psikotes. Ternyata, psikotes tidak cukup dilakukan
sekali saja, tapi sampai dua kali! Manusia merencanakan, Tuhan pula yang memberi
keputusan. Setelah psikotes kedua ini, Saya dinyatakan gagal. Bukan kegagalan
yang pertama memang, tapi kecewanya tetap terasa. Saya pun tidak terlalu
berharap pada tes ini, karena pada waktu itu memang sudah menjadi hal yang
biasa, bahwa Paragon hanya merekrut karyawan baru dalam jumlah yang sedikit dalam
satu periode rekrutmen. Hal tersebut sudah terkenal di telinga kami, para jobseeker.
Hingga suatu ketika di bulan Agustus, Paragon kembali membuka rekrutmen,
Saya pun kembali mendaftarkan diri, mengirim CV. Tidak putus asa atau tidak
tahu malu, ya? Hehe. Mungkin sebagian berpikiran bahwa, “Ah, kan sudah ditolak, ya
sudah, berarti Kamu tidak memenuhi kriterianya perusahaan!” Nah, pemikiran hal semacam
ini yang harus diubah. Bahwa kemampuan seseorang bisa saja terasah bahkan
ketika ia tidak menyadarinya. Contoh? Ketika Saya berjuang mengikuti rekrutmen
kesana-kemari, gagal berkali-kali, dalam 5 bulan itu, sedikitnya Saya telah
mengikuti psikotes sebanyak 10 kali. Cukup banyak, kan? Saya bahkan tidak pernah berlatih soal psikotes seperti yang –mungkin-
dilakukan oleh jobseeker lain. Tapi, -dengan
sendirinya- Saya jadi sudah terbiasa dengan jenis dan pola soal-soal psikotes.
Karena sudah terbiasa, bahkan gagal pun sudah biasa. Bukan hal yang memalukan kok, justru banyak pengalaman positif
yang didapat. Misalnya, jadi banyak kenal orang baru, tempat baru, dan berkesempatan
silaturahmi dengan beberapa teman di daerah tertentu.
Lalu, bagaimana pengalaman pada tes Paragon yang kedua? Apa perbedaannya
dengan tes rekrutmen sebelumnya? Akan Saya bahas di tulisan berikutnya, ya! Feel free to leave a comment below, sampai
nanti! J
Komentar
Posting Komentar